Selasa, 21 Mei 2019

Permainan Tradisinonal Congklak, Congkak, atau Congak | Pengertian Arti dan Asal-usul Kata

Toming Sek
Indonesia kaya akan permainan tradisional. Permainan yang ada dan dimainkan oleh banyak penduduk di nusantara. Salah satu jenis permainan tradisional Indonesia adalah Congklak. Sebuah permainan yang bisa dimainkan oleh dua orang.

Persebaran permainan ini, menuru wikipedia berbahasa Inggris ada di hampir seluruh negara Asia Tenggara. Yaitu meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Brunai Darussalam. Khusus untuk Thailand, permainan ini ditemukandi daerah Thailand Selatan yang memiliki kesamaan dengan Malaysia, baik dari segi bahasa dan agamanya.


Dakon alias Congklak dalam Bahasa Indonesia | Foto: Twitter.com/kemdikbud_ri


Selain di negara asia, Congklak atau Congkak atau Dakon ini juga dimainkan di Srilanka dan Maladewa (Maldives).

Nama Congklak dan Congak dalam Bahasa Indonesia

Ketika orang Indonesia ditanya, apakah Congklak adalah milik bangsa Indonesia, pasti dijawab Ya dengan tegas. Apalagi bagi mereka yang pernah memainkan permaian ini. Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah kata congklak tidak diakomodasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ketika mencari kata congklak pembaca kamus akan dirujuk kepada kata congak.

Kata congak artinya hafal di luar kepala. Dalam bahasa Indonesia ada, dalam bahasa Malaysia juga ada. Ketika di sekolah ada istilah ulangan dengan cara mencongak. Yaitu, guru membacakan soal kemudian siswa langsung menulis jawaban di lembar jawabannya. Tanpa harus menulis soalnya. Ulangan atau ujian semacam ini bisa dilakukan jika siswa sudah congak, sudah hafal di luar kepala.

Karena ada dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu (Malaysia) maka, tidak bisa diklaim congklak adalah permaian milik bangsa Indonesia semata. Indonesia memiliki, bersama dengan bangsa lain yang sejak nenek moyangnya memainkannya.

Asal usul nama Congklak.

Congklak adalah pergeseran ucapan dari congkak yang awalnya adalah kata congak. Seperti yang sudah dijelaskan di awal tadi. Congak mengacu pada kondisi yang hafal di luar kepala. Permaian tradisional ini menuntut pemahaman bagi para pemain sehingga bisa memenangkan permainan dan mengisi lumbungnya dengan sebanyak mungkin.

Congak kemudian diucapkan dengan congkak. Meskipun jika dihubungkan secara langsung ada kata congkak dalam bahasa Indonesia yang semakna dengan sombong. Bisa jadi yang menang dalam permainan ini menjadi congkak alias sombong. Tetepi, sebuah permainan tradisional tidak mungkin mengajarkan nilai negatif, pasti mengajarkan pesan dan ajaran positif. Jadi, jika memang dalam permaian ini tidak boleh congkak. Tidak boleh sombong karena ini hanya sebuah permainan.

Lamban laun pengucapan dalam bahasa Indonesia menjadi congklak. Mungkin juga dikarenakan bunyi yang klotak-klotak ketika meletakkan biji atau isi kerang ke dalam lubang-lumbang (cekungan) yang sudah ada.

Nama Lain Congklak

Congklak dikenal dengan berbagai nama yang berbeda di wilayah satu dengan wilayah lain.

Dalam bahasa Jawa dikenal dengan dakon (ada yang menulis dhakon).

Di Lampung permainan congklak disebut dengan dentuman lamban.

Di Sulawesi permainan congklak disebut dengan beberapa nama: Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata.

Di wilayah Sumatera yang bekebudayaan melayu disebut dengan congkak.

Di Malaysia congklak disebut dengan congak (sama dengan sebagian wilayah Indonesia).

Di Mariana (kepulauadan di Samudra Pasifik) permainan ini disebut dengan Chongka'

Di Filipina coklak disebut dengan Shungka'

Di Maladewa (Maldives) permaian ini disebut dengan Naranj

Di Srilanka permainan congklak disebut dengan Chonka


Sejarah Permainan dan Asal-Usul Congklak

Sebagian pendapat mengatakan bahwa Congklak kuno berasal dari benteng Romawi di Mesir. Permaian ini kemungkinan diperkenalkan oleh para pedagang di abad ke-15. Kemungkinan besar yang memperkenalkan adalah pedagang dari Arab dan dari India. Teori yang sama dengan teori penyebaran Islam di Asia Tenggara yang dilakukan oleh pedagang.

Pada masa awalnya, permaian Congklak atau Dakon hanya dimainkan oleh raja dan keluarga raja di Istana. Dalam perkembangannya permainan ini juga dimainkan oleh masyarakat luas. Dengan cara masing-masing. Tidak harus dalam cekungan karyu yang diukir indah.

Pernah juga ditemukan dakon batu dari zaman batu dan zaman perunggu (zaman prasejarah) di Pulau Jawa. Tetapi sebagian peneliti meyakini bahwa batu dakon dari zaman prasejarah tersebut bukan bagian dari permaian dakon, hanya bentuknya saja yang mirip dengan alat bermain dakon atau congklak. Batu dakon dari zaman prasejarah tersebut diyakini sebagai bagian dari upacara sesaji.

Malaysia pernah menggunakan gambar congklak di mata uang mereka. Ini sebagai pengakuan bahwa congklak (mereka menyebut congkak) sebagai kebudayaan Melayu.

Masyarakat, juga memainkan dakon atau congklak tidak harus menggunakan kayu yang dicekungi atau dilubangi beberapa buah. Tetapi juga bisa menggunakan teras rumah yang diberi lingkaran dengan cat atau kapur tulis. Juga bisa menggunakan tanah yang digali untuk membuat lubang dengan struktur yang sama dengan congklak. Kini, ada congklak atau dakon yang terbuat dari plastik.

Untuk isi, bisa digunakan biji-bijian yang agak besar. Misalnya biji salak atau batu. Sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Jika lingkungannya pesisir, mungkin menggunakan kerang. :)