Senin, 20 April 2020

Implikasi Teori-Teori Belajar dari Psikologi Behavioristi

Implikasi Teori-Teori Belajar dari Psikologi Behavioristik
Teori Belajar dari Psikologi Behavioristik Implikasi Teori-Teori Belajar dari Psikologi Behavioristi
a. Prosedur-Prosedur Mengembangan Tingkah Laku Baru
Di samping penggunaan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku, ada juga dua metode lain untuk mengembangkan pola tingkah laku baru.

1. Shaping
Kebanyakan yang diajarkan disekolah-sekolah adalah tingkah laku yang kompleks, bukan hanya “simple response”. Tingkah laku yang Kompleks ini bisa diajarkan melalui proses “shaping” atau “successive approximations”, beberapa tingkah laku yang mendekati respons terminal. Proses ini dimulai dengan penetapan tujuan, kemudian diadakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid, dan reinforcement terhadap respons yang diinginkan.

Fraznier (1969) mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar murid;
  • Datang di kelas pada waktunya
  • Berpartisipasi dalam belajar dan  merespon guru
  • Menunjukkan hasil tes-tes dengan baik
  • Mengerjakan pekerjaan rumah
  • Penyempurnaan.
2. Modelling
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang tidak dapat disamakan dengan classical conditioning maupun operant conditioning. Dalam modelling, seseorang yang belajar mengikuti kelakuan orang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modelling atau imitasi dari pada melalui pengajaran langsung.

Modelling bisa terjadi, baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan “ vicarious reinforcement”. Bandura (1962) dalam penelitiannya terhadap tingkah laku kelompok-kelompok anak dengan sebuah boneka plastik pompa mengamati, bahwa dalam situasi pemainan, “model rewarded group” bereaksi lebih agresif dari pada “model punished group”.

Bandura (1969) membagi tingkah laku imitatif menjadi tiga macam;
  • Inhibitory-disinhibitory effect; kekuatan lemahnya tingkah laku oleh karena pengalaman tidak menyenangkan atau oleh vicorius reinforcement.
  • Eleciting effect; ditunjangnya suatu respons yang pernah terjadi dalam diri, sehingga timbul respons yang sama atau serupa.
  • Modelling effect; pengembangan respons-respons baru melalui observasi terhadap suatu model tingkah laku.
Modelling dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan akademis dan motorik.

Claririo (1971) memberikan contoh bagus tentang bagaimana guru menggunakan modelling untuk mengembangkan minat murid-murid terhadap literatur bahasa inggris. Ia memberikan contoh membaca buku bahasa inggris, kadang-kadang tertawa terbahak-bahak, tersenyum, mengerutkan dahi, dan sebagainya untuk membangkitkan minat anak terhadap buku itu.

b. Prosedur-Prosedur Pengendalian atau Perbaikan Tingkah Laku
1. Memperkuat Tingkah Laku Bersaing
Dalam usaha mengubah  tingkah laku yang tidak diinginkan, diadakan penguatan tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiatan-kegiatan kerjasama, membaca dan berkerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, hilir mudik dan melamun.

2. Ekstingsi
Ekstingsi dilakukan dengan membuang atau meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi bisa dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling’ dan “social reinforcement”.

Guru-guru sering mengalami kesulitan mengadakan ekstingsi, sebab mereka harus belajar mengabaikan “misbehaviors” tertentu. Tentu saja ada jenis-jenis tingkah laku yang tak dapat diabaikan oleh guru-guru terutama tingkah laku yang menyinggung perasaan murid-murid.

Ekstingsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian. Jika murid memperhatikan kesana kemari, maka perlu bahan interaksi guru-guru murid akan menghentikan tingkah laku murid itu.

3. Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera.

4. Perubahan Lingkungan Stimuli
Beberapa tingkah laku bisa dikendalikan oleh perubahan kondisi stimulis yang mempengaruhi tingkah laku itu. Apabila murid terganggu oleh suara gaduh di luar kelas, ketukan jendela bisa menghentikan gangguan itu. Apabila suatu tugas sulit mengecewakan murid, maka guru bisa mengganti dengan tugas yang kurang begitu sulit. Jika di kelas ada 2 orang murid yang termenung saja, guru dapat menghampiri atau duduk di dekat mereka.

5. Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan  bijaksana. Hukuman bisa mengatasi tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.

Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas masalah  kelakuan murid yang tidak patas lebih efektif dari pada tidak menghukum.

Ada 2 bentuk hukuman;
  • Pemberian stimulus derita, misal; bentakan, cemoohan, atau ancaman
  • Pembatalan perlakuan positif, misal; mengembil kembali suatu mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama teman-temannya.
Perlu diingat bahwa hukuman sering tidak disetujui oleh kelompok teman sebaya, sia-sialah guru menghukum seorang anak jika teman-temannya kelihatan tidak setuju terhadap hukuman itu.

Hukuman hendaknya dilaksanakan langsung, secara kalem, disertai reinforcement, dan  konsisten.

c. Langkah-Langkah Dasar Modifikasi Tingkah Laku
Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru dalam mengajarkan analisis dan modifikasi tingkah laku;
  • Rumusan  tingkah laku yang diubah secara operasional
  • Amatilah frekuensi tingkah laku yang perlu diubah
  • Ciptakan situas belajar atau treatment sehingga terjadi tingkah laku yang diinginkan
  • Identifikasilah “reinforcers” yang potensial
  • Perkuatlah tingkah laku yang diinginkan, dan apabila perlu gunakan prosedur-prosedur untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak pantas.
  • Rekam atau catatlah tingkah laku yang diperkuat untuk menentukan kekuatan-kekuatan atau frekuensi respons yang telah ditingkatkan.

d. Pengajaran Terprogram
Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning” bagi belajar manusia di sekolah. Pengajaran ini berlangsung seperti halnya paket pengajaran diri sendiri yang menyajikan suatu topik yang disusun secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid. Tiap-tiap pekerjaan murid langsung diberi “feedback”.

Program dapat tertuang dalam buku-buku, mesin-mesin mengajar, atau komputer (Computer Asisted Instruction).

Pada tahun 1950, pengajaran terprogram telah dipraktekkan. Sebagian pendidik yakin bahwa bentuk pengajaran baru ini akan memperbarui pengajaran, belajar lebih efisien dan tugas-tugas guru lebih terarah. Di lain pihak, banyak guru yang khawatir, bahwa mesin-mesin akan menggantikan peranan mereka.

Sejak akhir tahun 1950 sampai dengan 1960, bentuk pengajaran ini mengalami banyak kritik dan ulasan, sehingga pada tahun 1970 para pendidik menyimpulkan, bahwa pengajaran terprogram bisa dipakai, tetapi peranan di masa mendatang adalah melengkapi program pengajaran guru.

Mesin mengajar dikembangkan pertama kali oleh Sidney Pressey (1926). Saat itu mesin bukan untuk mengajar, melainkan untuk testing multiple choice.

Pada tahun 1954, B. F. Skinner menerbitkan sebuah paper berjudul “ The Science of Learning and The Act of Reading” Paper ini berisikan hasil percobaan modifikasi tingkah laku hewan dan manusia, prinsip-prinsip “operant conditioning” dan metode-metode pengajaran otomatis. Paper ini memberikan dasar teoristis dan menghimbau penggunaan pengajaran terprogram.

Pengajaran terprogram berusaha memajukan belajar dengan;
  • Memerinci bahan pelajaran menjadi unit-unit kecil
  • Memaksa murid mereaksi unit-unit kecil itu
  • Memberitahukan hasil belajar secara langsung, dan
  • Memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri
Ada bermacam-macam pengajaran terprogram, antara lain;
  • Program linear; program ini dikembangkan oleh Skinner. Penyusun Program menentukan urut-urutan kegiatan  murid untuk menyelesaikan program. Tiap bagian program berisi perincian kecil pengetahuan.
  • Program intrinsik atau “branching program”; Program ini dikembangkan oleh Croder (1960). Dalam program ini respons-respons murit menentukan route atau arah kegiatan murid itu. Rute-rute alternatif disebut “branches” yang merupakan prediktor-prediktor permasalahan yang akan memperbaiki respons murid, Croder menggunakan pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda.
Penelitian oleh Nilberman, dkk (1961) Roe (1960) tidak bisa menunjukkan jenis program mana yang lebih baik dari lainnya.

Ada 3 kelakuan pokok murid dalam belajar, yakni;
  • Review
  • Underlining, dan
  • Note taking
Beberapa kritik terhadap metode pengajaran terprogram, antara lain;
  • Kurang mengembangkan kreativitas,
  • Kurang memberikan pengalaman humanisasi,
  • Kurang memberi kesempatan untuk merespons dengan berbagai aktivitas.

e. Program-Program Pengajaran Individual
Prinsip-prinsip pengajaran terprogram telah ditetapkan dalam program-program pengajaran individual.  Program pengajaran individual telah dikembangkan pada beberapa lembaga pendidikan seperti;
  • Program for Learning in Accordance With Needs (PLAN), pada Westinghouse Corporation;
  • Individually Guide Education (IGE), pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Belajar Kognitif-Unversitas Pittsburgh.
Sejak tahun 1960, program-program tersebut dilaksanakan pada sekolah-sekolah di seluruh Amerika Serikat.

Projek PLAN adalah suatu program pengajaran individual di bidang bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan alam. Program disusun dalam bentuk unit-unit belajar mengajar dengan rumusan tujuan, bahan pelajaran, dan  cara-cara untuk mencapai tujuan pelajaran.

Tiap-tiap unit belajar mengajar dimulai dengan tujuan belajar yang akan dicapai oleh murid, baru kemudian aktivitas belajarnya. Aktivitas belajar terdiri atas bahan-bahan pelajaran, pertanyaan tes, dan pertanyaan-petanyaan diskusi. Apabila murid bisa menyelesaikan tes-tes dengan baik, ia melanjutkan belajar pada unit-unit berikutnya. Apabila ia gagal, ia berkonsultasi dengan guru.

Sistem PLAN menggunakan komputer yang mereka siapkan demi setiap kemajuan dan performance murid. Dengan program pengajaran individual, murid-murid belajar secara maju berkelanjutan menurut kemampuan dan minat mereka.

f. Analisis Tugas
Komponen-komponen pengajaran penting menurut pandangan behavioral adalah kebutuhan akan;
  1. Perumusan tugas atau tujuan belajar secara bahavioral,
  2. Membagi “task” menjadi “subtasks”
  3. Menentukan hubungan dan aturan logis antara “subtasks”
  4. Menetapkan bahan dan prosedur mengajar tiap-tiap “subtasks”dan
  5. Memberikan “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan terminal.
Salah satu fungsi guru yang terpenting setelah ia menentukan tujuan ialah menganalisis tugas (langkah 2 & 3 di atas). Analisis tugas akan membantu guru dalam membimbing belajar murid.

Bagi penyusun program, analisis tugas membantu menentukan susunan bahan pelajaran dalam mesin mengajar. Perencanaan kurikulum dapat mengatur urutan unit-unit belajar.

Dalam proses analisis tugas kita harus mengestimasi “entry behavior” murid. Keterampilan-keterampilan yang sudah dimiliki oleh murid tak usah diajarkan lagi. Melalui prestesting dan modifikasi dalam analisis tugas, kita akan dapat mengembangkan pengajaran yang lebih baik.

Packard (1975) menyarankan, agar dalam menganalisis tugas kita menggolongkan “entry behavior” murid berdasarkan pengenalan kita tentang murid. Kemudian menggolongkan keterampilan-keterampilan lain sebagai tujuan-tujuan perantara ke arah tujuan terminal.

Gagni (1977) mengemukakan, bahwa berbagai jenis belajar dalam hierarki hubungan berdasarkan pada asumsi, bahwa tingkat-tingkat belajar yang lebih rendah. Gagni menekankan pentingnya analisis tugas pada awal pelajaran. Tiap jenis belajar memerlukan strategi mengajar yang berbeda.

Dalam mengembangkan analisis tugas Gagni menyarankan agar guru bertanya dalam hati; apa yang ia inginkan untuk murid lakukan? Apa yang dibutuhkan oleh murid untuk melakukannya?

g. Suatu Pendekatan Belajar Tuntas
Bloom (1968) mengemukakan penguasaan belajar murid-murid. Kebanyakan (barangkali 90%) dapat menguasai apa yang harus diajarkan oleh guru kepada mereka. Berikut ini sebuah outline strategi belajar tuntas menurut Bloom (1971);
  • Pelajaran terbagi atas unit-unit kecil untuk satu atau 2 minggu pelajaran
  • Bagi masing-masing unit, tujuan instruksional dirumuskan dengan jelas
  • Learning tasks dalam masing-masing unit diajarkan dengan pengajaran kelompok reguler
  • Pada tiap-tiap akhir unit belajar diselenggarakan tes-tes diagnostik (formative tests) untuk menentukan apakah murid-murid telah menguasai unit belajar, apabila belum apa yang masih harus dikerjakan oleh murid
  • Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan belajar, bisa dipakai prosedu-prosedur; beberapa kelompok dalam kelompok-kelompok kecil, membaca kembali bagian-bagian  tertentu, menggunakan bahan-bahan terprogram dan audio-visual aids, serta penambahan, waktu belajar. Setelah itu bisa diadakan retesting. Bilamana unit-unit terselesaikan, suatu tes akhir (summative tes) diselenggarakan untuk menentukan nilai pelajaran pada si murid.
Strategi Bloom berbeda dari pengajaran kelas konvensional karena menekankan;
  • Penguasaan unit-unit belajar kecil
  • Penggunaan tes diagnostik
  • Prosedur-prosedur korektif untuk mengatasi kesulitan belajar murid
Bloom (1973) mengemukakan bukti, bahwa program belajar tuntas mengembangkan minat dan sikap positif terhadap mata pelajaran.

h. Pemikiran Tentang Modal Belajar Mengajar
Modal belajar mengajar menunjukkan, bahwa perbedaan individual akan mempengaruhi keputusan-keputusan metodologi guru. Prinsip-prinsip “operant conditioning” dan analisis tugas terlaksana dengan berhasil pada berbagai macam murid di berbagai situasi belajar. Untuk mengadakan analisis tugas, guru harus mengetahui tujuan instruksional.

Analisis tugas berguna untuk perencanaan program pendidikan individual sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus murid.

Belajar tuntas menggunakan analisis tugas untuk pengelolaan kelas, karena memberikan prinsip-prinsip kelakuan guru yang efektif.

Akhir-akhir ini para psikologi telah  menerapkan konsep-konsep kognitif dan humanistik untuk mengembangkan pendekatan yang disebut cognitive behavior modification. Metode baru ini menggunakan modelling dan verbalized self instruction.

Demikianlah ulasan mengenai Implikasi Teori-Teori Belajar dari Psikologi Behavioristik, yang pada kesempatan ini dapat dibahas dengan singkat. Untuk kurang lebihnya mohon maaf dan semoga bermanfaat bagi para pembaca ataupun pengunjung.

*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!!!
*Semoga anda sukses!!!